Tuhan, apakah kamu ada?

3977234307_3f1447afeb_b
https://c1.staticflickr.com/3/2631/3977234307_3f1447afeb_b.jpg

 

ʾašhadu ʾal lā ilāha illa l-Lāh. wa ʾašhadu ʾanna muḥammadar rasūlu l-Lāh

Dua kalimat syahadat ini sungguh menggema di Masjid Raya Bandung. Tempat di mana orang-orang Bandung melepas penat dan sekedar berbelanja sedikit di sekitar alun-alun pusat kota itu.

“Alhamdullilah ya umat sekalian di bulan suci penuh berkah ini kita mendapat suatu anugerah dari Allah.  Johan kini sudah mualaf. Dia telah mendapat hidayah dan kembali ke jalan kebenaran Allah. Bagaimana ceritanya sehingga kamu bisa tertarik masuk Islam Johan?“ ujar Pak Ustadz Riziq kepada Johan yang baru saja ia islamkan.

“Sore itu adalah saat tarawih, saya sedang memikirkan suatu problem besar yang saya alami. Entah kenapa, ketika mendengar takbir Allahu Akbar, hati ini terasa bergetar. Saya mendadak ingin meneriakkan kalimat suci itu. Karena tak kuasa menahannya, saya pun dengan lantang meneriakkan kalimat itu di depan tetangga-tetangga saya yang muslim. Dan seketika masalah saya tak terasa sebagai beban lagi. Saya pun merasakan benar kebesaran Allah. Continue reading “Tuhan, apakah kamu ada?”

Coretan Pertama: “Tentang Penjaring Angin”

spiral-the-great-circle-of-life-from-sacred-of-geometrys-facebook-page-946305_541235905913355_1464670498_n
http://ginadianneharding.com/wp-content/uploads/2013/09/spiral-the-great-circle-of-life-from-sacred-of-geometrys-facebook-page-946305_541235905913355_1464670498_n.jpg

Kita adalah Penjaring Angin karena segala sesuatu dan usaha kita hanyalah sia-sia.

Orang kaya berlari dan orang miskin merayap menuju tempat yang sama, begitu pun mereka yang malas dan rajin.

Aku berusaha keras untuk dia dan dia hanya bersantai membuka telapaknya ke atas, tapi ternyata apa yang didapat pun sama saja. Semua bermuara ke tempat yang sama.

Kekayaan, hikmat pengetahuan, dan apapun yang telah kukejar dan kukumpulkan pada akhirnya diberikan kepada mereka yang tidak pernah berupaya mendapatkannya.

Si Bijak mengembara dengan berbagai pertimbangan matang dan Si Bodoh lupa bahwa ia dalam pengembaraan. Tak ada yang menyadari bahwa pengembaraan itu hanyalah sia-sia dan usaha menjaring angin.

Ketika berada di ujung, hanya kematianlah yang dapat kita tuju.

Sang Penjaring Angin tak ingin menerimanya dan berusaha mencari tujuan akhir lain. Mungkinkah akan ditemukan ending yang berbeda? Ataukah memang tak ada ujungnya?

Kita menangis saat lahir, namun orang sekitar menyambut dengan senyuman. Kita tersenyum saat mati, namun orang sekitar melepas dengan tangisan. Semua hanya berputar.

Saat gunung merapi meletus kematian melanda, namun itulah cikal bakal kehidupan. Pernahkah kita anggap bahwa Sang Gunung jahat? Semua hanya berputar.

Kebaikan pun bersembunyi saat kejahatan tak kunjung muncul. Tak pernah dikatakan sehat bila memang sakit tidak ada sebagai perbandingan. Adakah akhir di sana, bila awal tak menunjukkan batang hidungnya? Semua hanya berputar.

Saat kusadari bahwa perputaran tak berujung, aku pun takut. Belum siapkah aku menerima Kebenaran?

Kegelisahan muncul. Pikiran yang dirombak semakin terombang-ambing.

Adakah makna di balik semua ini? Ataukah memang proses merupakan makna?

Mereka menempuh pendidikan untuk ijazah (bukan ilmu?), namun bukan ijazahlah yang dituju.

Ijazah dipakai untuk mencari pekerjaan bergengsi, namun bukan pekerjaanlah yang dituju.

Pekerjaan digunakan untuk mendapatkan uang, namun bukan uanglah yang dituju.

Uang itu terpakai untuk membeli makanan, namun semua tetap saja tidak berhenti pada makanan.

Makanan digunakan untuk hidup. Namun, apa arti hidup bila pada ujungnya kematianlah yang menanti?

Apakah kematian merupakan tujuan hidup akhir Sang Penjaring Angin?

Seperti biji yang harus mati terlebih dahulu baru menghasilkan buah berlimpah, begitu pun di balik kematian ada harapan akan kehidupan.

Mungkinkah ada kehidupan abadi yang bahagia setelah kematian? Ataukah itu hanya dongeng penenang bagi Sang Penjaring Angin yang tak berdaya di depan Sang Kebenaran?

Satu hal saja yang disyukuri dan diimani Sang Penjaring Angin.

“Kemampuan menyadari dan menikmati saat ini adalah sebuah berkat.”

Sarijadi, 27 Mei 2015

08:47