Alkisah hiduplah Sains dan Agama. Kedua pemimpin dunia ini berusaha memperebutkan hati manusia melalui berbagai strategi hingga suatu hari Sains memilih untuk berkonfrontasi langsung dengan Agama. Sains pun meninggalkan laboratorium kediamannya untuk mengunjungi rumah ibadat, tempat di mana Agama menetap.
Sains: Hey Agama, aku rasa ini saatnya kamu hentikan semua kebohongan kamu kepada umat manusia! Era kejayaan kamu telah berlalu, mundurlah secara gentle dari kehidupan umat manusia karena semakin lama kamu memimpin, semakin besar kerusakan yang kamu hasilkan pada dunia.
Agama: Eitss santai dulu kawan! Sejak kapan kita berada di pihak yang berlawanan? Bukankah selama ini kita selalu hidup berdampingan satu sama lain? Rasionalitas dan logikamu dalam penelitian justru mendukung klaim-klaim yang aku buat dalam kitab suciku.
Sains: Ya ya ya, argumen inilah yang selalu kamu katakan kepada umat manusia, seakan-akan kita tidak bertentangan satu sama lain. Kamu mengklaim satu hal secara serampangan tanpa metode ilmiah yang jelas di masa lalu. Kemudian, ketika segelintir penelitianku memang kebetulan cocok dengan beberapa klaimmu itu, kamu merasa bahwa semua klaimmu itu akan selalu cocok dengan penelitianku, meskipun sebenarnya tidaklah begitu. Kamu menanamkan delusi di otak manusia.
Agama: Coba kamu sebutkan, penelitian apa yang tidak sesuai dengan klaimku?
Sains: Mengenai penciptaan alam semesta. Kamu menyebutkan bahwa Tuhan itu ada, kemudian Ia menciptakan seluruh alam semesta. Kamu pun mengatakan bahwa manusia tercipta dari tanah. Hal ini sangat bertentangan dengan penelitianku tentang Big Bang sebagai awal mula alam semesta dan proses evolusilah yang membentuk manusia di masa ini.
Agama: Ok, kita bahas satu persatu. Soal keberadaan Tuhan, memang kamu belum mampu membuktikannya wahai Sains sahabatku. Tapi suatu saat nanti kamu akan menemukan buktinya, lalu klaimku menjadi benar. Di sisi lain, bukankah kamu juga tidak mampu membuktikan ketidakberadaan Tuhan? Lalu, mengapa kamu begitu yakin bahwa Tuhan tidak ada?
Sains: Inilah dasar perbedaan kita. Kamu mendasari semua pada iman yang tak berbukti, sementara aku mendasari semua pada bukti-bukti yang kuat. Tuhan yang kamu klaim sebagai ada itu berada di luar ranah metode ilmiah. Kenapa? Karena hal itu tidak bisa dibuktikan keberadaan maupun ketidakberadaannya sehingga itu hanyalah bualan kosong. Omong-omong di belakang kamu ada monster hijau besar, berambut gimbal dan sedang bermain gitar tuh!
Agama: Hah, di mana? Aku tidak bisa melihatnya, merasakannya, dan kupingku pun tidak bisa mendengar suara permainan gitarnya.
Sains: Ya memang begitu, monster hijau itu tidak bisa dilihat, dirasakan, ataupun didengar oleh kamu. Tapi aku percaya 100% bahwa dia ada di belakang kamu. Apa kamu meragukan imanku? Kenapa tidak coba kamu buktikan ketidakberadaan makhluk hijau besar ini?
Agama: Bagaimana cara aku bisa membuktikan ketidakberadaannya bila monster hijau ini memang tidak bisa dilihat, dirasakan, ataupun didengar olehku?
Sains: Kamu termakan oleh perkataanmu sendiri. Tuhan pun sama seperti monster hijau ini. Kita tidak bisa mengobservasinya karena Dia hanya sekedar klaim kosong tanpa bukti. Makhluk-makhluk ini hanyalah sebuah ilusi bila kita tidak bisa mengobservasinya dalam ruang lingkup metode ilmiah. Aku tidak bilang bahwa Tuhan kamu itu tidak ada, namun dalam ruang lingkup metode ilmiah saat ini, Dia memanglah tidak ada. Aku tidak sembarangan mengklaim bahwa Tuhan pasti ada. Berbeda dengan kamu, aku tidak sembarang mengklaim mengetahui sesuatu tentang sebuah misteri yang sebenarnya belum diketahui. Tenang saja, bila memang suatu saat ada bukti yang menunjukkan bahwa Tuhan ada, aku pasti akan mempercayainya.