Hipokrit Pria Penebar Moral

“Kukuruyuuukkkk…….,” teriakan ayam jago memotivasi kepercayaan diri sang surya yang masih malu-malu dalam memancarkan cahayanya. Diserang oleh sinar matahari yang perlahan menyilaukan, seorang pria tua berperut buncit menggeliat keluar dari selimut tebal. Seakan tak ingin mengeluarkan energi lebih untuk aktivitas selanjutnya, masih dengan mata tertutup rapat ia duduk bungkuk bersila di atas kasur empuknya, lalu melipat tangan. Sambil sesekali menutup mulut yang menguap, dilafalkannya doa yang telah dihafal di luar kepala. Doa ini sebenarnya penuh dengan makna. Namun, setelah menjadi ritual yang diulang berkali-kali, khasiatnya tak lagi benar-benar dirasakan, kecuali sebagai bentuk pemuasan rutinitas harian semata. Tak nyaman rasanya bila ritme pagi hari yang dibiasakannya sejak masih anak-anak berhenti secara mendadak karena untuk merubah kebiasaan diperlukan usaha besar. Tiba-tiba di tengah kekhyusukan dalam berdoa, perut si pria buncit berbunyi. Ia mencoba menahan rontaan perutnya tersebut, namun apa daya panggilan alami pagi hari tak bisa ditolak mentah-mentah. Laju doa pun dipercepat sehingga terdengar hanya seperti gumaman. Kemudian sebagaimana manusia pada umumnya, segera ia bergegas ke kamar mandi untuk melakukan segala hal yang perlu dilakukan di tempat tersebut.

Keluar dengan perut lega setelah menjatuhkan bom atom sisa jamuan makan malam mewah dan lezat semalam, hanya tinggal satu rutinitas pagi hari yang belum ia lakukan, yaitu memoles diri di depan cermin. Di hadapan cermin, pria tersebut membalut tubuhnya dengan jubah putih berbahan katun ciri khas komunitas tempat di mana ia mengabdi. Dikenakan pula kalung emas murni kesayangan yang dihadiahkan kepadanya di hari pentahbisan. Bukan hanya karena bahan emas murninya, rasa sayang yang muncul dikarenakan pula oleh asal-usul kalung tersebut yang istimewa. Kalung emas itu berasal dari tempat kudus yang dipercaya bahwa mukjizat pernah terjadi di sana. Setelah merapikan kalung itu agar simbolnya terletak di posisi tengah selaras dengan potongan rambut belah tengahnya, secara mantap sang pria tua buncit menenteng buku sakti yang merupakan senjata andalannya dalam peperangan melawan kejahatan. Tak pernah ia lupakan buku sakti ini. Begitu saktinya, buku ini seakan memiliki imunitas penuh dari berbagai terjangan kritikan selama ratusan tahun. Derasnya hujan kritik sering kali tak mumpuni untuk memadamkan api kemarahan nyata di dunia ini serta api pembalasan imajinatif di dunia sana. Akhirnya, lengkap mengenakan seluruh aksesoris, ia pun tersenyum bangga mengagumi penampilan necis hariannya sambil berbicara pada pantulan dirinya sendiri dalam cermin,

Continue reading “Hipokrit Pria Penebar Moral”

Menggugat Agama

https://www.theodysseyonline.com/science-vs-religion
https://www.theodysseyonline.com/science-vs-religion

Alkisah hiduplah Sains dan Agama. Kedua pemimpin dunia ini berusaha memperebutkan hati manusia melalui berbagai strategi hingga suatu hari Sains memilih untuk berkonfrontasi langsung dengan Agama. Sains pun meninggalkan laboratorium kediamannya untuk mengunjungi rumah ibadat, tempat di mana Agama menetap.

Sains:  Hey Agama, aku rasa ini saatnya kamu hentikan semua kebohongan kamu kepada umat manusia! Era kejayaan kamu telah berlalu, mundurlah secara gentle dari kehidupan umat manusia karena semakin lama kamu memimpin, semakin besar kerusakan yang kamu hasilkan pada dunia.

Agama: Eitss santai dulu kawan! Sejak kapan kita berada di pihak yang berlawanan? Bukankah selama ini kita selalu hidup berdampingan satu sama lain? Rasionalitas dan logikamu dalam penelitian justru mendukung klaim-klaim yang aku buat dalam kitab suciku.

Sains: Ya ya ya, argumen inilah yang selalu kamu katakan kepada umat manusia, seakan-akan kita tidak bertentangan satu sama lain. Kamu mengklaim satu hal secara serampangan tanpa metode ilmiah yang jelas di masa lalu. Kemudian, ketika segelintir penelitianku memang kebetulan cocok dengan beberapa klaimmu itu, kamu merasa bahwa semua klaimmu itu akan selalu cocok dengan penelitianku, meskipun sebenarnya tidaklah begitu. Kamu menanamkan delusi di otak manusia.

Agama: Coba kamu sebutkan, penelitian apa yang tidak sesuai dengan klaimku?

Sains: Mengenai penciptaan alam semesta. Kamu menyebutkan bahwa Tuhan itu ada, kemudian Ia menciptakan seluruh alam semesta. Kamu pun mengatakan bahwa manusia tercipta dari tanah. Hal ini sangat bertentangan dengan penelitianku tentang Big Bang sebagai awal mula alam semesta dan proses evolusilah yang membentuk manusia di masa ini.

Agama: Ok, kita bahas satu persatu. Soal keberadaan Tuhan, memang kamu belum mampu membuktikannya wahai Sains sahabatku. Tapi suatu saat nanti kamu akan menemukan buktinya, lalu klaimku menjadi benar. Di sisi lain, bukankah kamu juga tidak mampu membuktikan ketidakberadaan Tuhan? Lalu, mengapa kamu begitu yakin bahwa Tuhan tidak ada?

Sains: Inilah dasar perbedaan kita. Kamu mendasari semua pada iman yang tak berbukti, sementara aku mendasari semua pada bukti-bukti yang kuat. Tuhan yang kamu klaim sebagai ada itu berada di luar ranah metode ilmiah. Kenapa? Karena hal itu tidak bisa dibuktikan keberadaan maupun ketidakberadaannya sehingga itu hanyalah bualan kosong. Omong-omong di belakang kamu ada monster hijau besar, berambut gimbal dan sedang bermain gitar tuh!

Agama: Hah, di mana? Aku tidak bisa melihatnya, merasakannya, dan kupingku pun tidak bisa mendengar suara permainan gitarnya.

Sains: Ya memang begitu, monster hijau itu tidak bisa dilihat, dirasakan, ataupun didengar oleh kamu. Tapi aku percaya 100% bahwa dia ada di belakang kamu. Apa kamu meragukan imanku? Kenapa tidak coba kamu buktikan ketidakberadaan makhluk hijau besar ini?

Agama: Bagaimana cara aku bisa membuktikan ketidakberadaannya bila monster hijau ini memang tidak bisa dilihat, dirasakan, ataupun didengar olehku?

Sains: Kamu termakan oleh perkataanmu sendiri. Tuhan pun sama seperti monster hijau ini. Kita tidak bisa mengobservasinya karena Dia hanya sekedar klaim kosong tanpa bukti. Makhluk-makhluk ini hanyalah sebuah ilusi bila kita tidak bisa mengobservasinya dalam ruang lingkup metode ilmiah. Aku tidak bilang bahwa Tuhan kamu itu tidak ada, namun dalam ruang lingkup metode ilmiah saat ini, Dia memanglah tidak ada. Aku tidak sembarangan mengklaim bahwa Tuhan pasti ada. Berbeda dengan kamu, aku tidak sembarang mengklaim mengetahui sesuatu tentang sebuah misteri yang sebenarnya belum diketahui. Tenang saja, bila memang suatu saat ada bukti yang menunjukkan bahwa Tuhan ada, aku pasti akan mempercayainya.

Continue reading “Menggugat Agama”

Kebenaran yang Bersembunyi

http://99px.ru/sstorage/53/2015/07/tmb_137151_1339.jpg
http://99px.ru/sstorage/53/2015/07/tmb_137151_1339.jpg

*Disclaimer: tulisan ini berisi interpretasi dari ide-ide para pemikir yang memang sengaja tidak saya sebutkan.

Pada suatu ketika lahirlah seorang bayi manusia di bumi. Sang bayi menggunakan pikiran dan panca inderanya untuk menginterpretasi dunia sekitarnya. Ia mulai mengembara untuk mencari sebuah kebenaran. Sebuah kebenaran yang diyakini akan ditemukan bila sang bayi mencarinya. Sebuah kebenaran yang dibutuhkannya agar hidupnya tenang dan bahagia.

Masa Kanak-Kanak dan Kebenaran Agama

Sang bayi bertumbuh menjadi balita di sebuah keluarga yang taat beragama. Sang balita meyakini bahwa agamanyalah yang memberikan jawaban menyeluruh atas pertanyaannya mengenai kehidupan. Ketika itu ia masih tinggal di dalam rumahnya, sehingga satu-satunya kebenaran yang dia kenal hanyalah ajaran agama dari keluarganya.

Ia begitu keranjingan membaca kitab sucinya dan bersemangat dalam melakukan ritual-ritual keagamaannya karena ia tahu bahwa hal itulah yang secara pasti dapat membawa dia ke dalam kebahagiaan sejati, yaitu kebahagiaan di Surga ketika dia mati nanti. Segala aktivitas kecil sehari-hari seperti cara menggosok gigi, cara tidur, cara berbicara, cara berpakaian, hingga cara buang air besar ia cocokkan dengan ajaran agamanya. Semakin detail aturan-aturan agamanya, maka semakin senang ia melakukannya. Terdapat sebuah kepuasan ketika semua tingkah lakunya dan fenomena sekitarnya begitu sangat detail dirumuskan oleh agamanya. Continue reading “Kebenaran yang Bersembunyi”

Kebebasan Berpikir dan Perubahan

consciousness-011
http://kingofwallpapers.com/consciousness/consciousness-011.jpg

Akhir-akhir ini begitu banyak kejadian di Indonesia yang membuat saya merenungi apakah sifat alami dari dunia ini. Banyak orang bertengkar karena perbedaan perspektif dalam beragama, terutama antara kaum konservatif dan kaum progresif.

Kaum konservatif vs Kaum progresif

Kaum konservatif merasa bahwa suatu kebenaran adalah abadi dan tidak dapat berubah. Mereka ini dianggap sebagai kaum yang terikat oleh dogma-dogma dan tidak berpikir bebas.  Di sisi lain, kaum progresif  merasa bahwa kebenaran itu dapat berubah-ubah, disesuaikan seiring perkembangan zaman. Kebebasan berpikir adalah poin utama yang mereka perjuangkan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah benarkah bahwa kebenaran itu tidak dapat berubah seperti yang dikatakan kaum konservatif? Lalu, apakah kebebasan berpikir hanya dimiliki oleh sebagian orang yang dianggap sebagai kaum progresif?

Bila melihat sejarah perkembangan agama, saya berani menyimpulkan bahwa setiap kemunculan agama baru adalah hasil dari kebebasan berpikir, meskipun agama itu dianggap sebagai agama yang sangat konservatif. Setiap orang yang mempelopori suatu agama baru menggunakan kebebasan berpikir. Continue reading “Kebebasan Berpikir dan Perubahan”

Kebenaran dan Perspektif

truetruthgraphic
https://btwndevilandsea.files.wordpress.com/2015/12/truetruthgraphic.jpg

Sebuah acara makan malam dihadiri oleh orang Jepang, orang Jerman, dan orang Indonesia. Melihat orang Jepang menggunakan sumpit untuk makan steak, datanglah orang Jerman kepadanya dan menunjukkan cara makan menggunakan pisau dan garpu. Kemudian menu berikutnya pun datang, yaitu mie ramen. Kini giliran orang Jepang mengajarkan si orang Jerman cara menggunakan sumpit. Ketika menu ketiga yaitu ikan mas berduri, kepiting, dan lalapan datang, mereka berdua bingung harus memakai pisau garpu atau sumpit. Orang Indonesia pun datang sebagai pahlawan dan menunjukkan bagaimana cara makan menggunakan tangan. Sambil tertawa dan bercanda, mereka menikmati proses makan itu hingga sama-sama mendapatkan perut yang kenyang.

Sesuai ilustrasi di atas, begitulah agama dan kepercayaan. Continue reading “Kebenaran dan Perspektif”